Biduan Giduan
Judul Cerpen Biduan Giduan
Cerpen Karangan: Rudi Hermawan
Kategori: Cerpen Lucu (Humor)
Lolos moderasi pada: 10 September 2016
Sore itu cuaca sangat dingin, angin berhembus menusuk nadi yang bernyanyi. Membuat bulu roma menjadi tegang. Kala itu aku sedang di rumah Nenek di Desa Kadu Lomber, Pandeglang Banten. Nenekku perempuan berparubaya, bertubuh tinggi, berkulit kriput, rambut yang menipis dengan bola mata berwarna keabu-abuan. Nenekku bernama Tini. Awan yang berwarna biru tiba-tiba berubah menjadi kehitaman dan petir datang saling sahut-sahutan. Selang berapa menit setelah itu turunlah hujan, hujan yang besar dengan petir-petir yang menyambar pepohonan. Sore itu aku kedinginan sampai badanku berasa menggigil bak dipeluk batu es.
Sekitar pukul 19.00 aku masih saja kedinginan dan tidak nyaman dengan suhu malam ini. Mungkin aku memang belum terbiasa dengan suhu di sini. Tidak lama kemudian tanganku yang mulus ini ternyata timbul bentol-bentol yang kecil seperti digigit nyamuk, tetapi bentol ini bukannya karena gigitan nyamuk tetapi karena aku alergi dengan suhu yang dingin seperti ini. Akibatnya bisa sampai seperti ini, tangan, kaki, badan sampai seluruh tubuh banyak sekali bentol-bentolnya. Kata orang dulu si dinamakan “Giduan”. Rasanya sangat gatal sekali.
Omku bernama Upang bertubuh tinggi, berbadan kurus, berkulit putih. Ia berkata. “Sely, kenapa tangannya?” Ujar Om Upang sambil menoleh ke arah tanganku.
“Iya ini om tangannya pada bentol-bentol.” Jawabku.
“Kok bisa?”
“Karena alergi dingin om jadi seperti ini bentuknya!”
“Ya sudah mendingan kamu lekas pergi ke Cikole, tempat pemandian air panas. Siapa
tahu bisa mengurangi rasa gatal pada tubuhmu.”
“Memangnya masih buka om jam segini?”
“Masih buka, minta antar sana sama Rihan!”
Rihan itu sepupuku yang berumur 19 tahun, hanya selisih 2 tahun dari umurku. Karena omku menyarankan untuk aku pergi ke Cikole tempat pemandian air panas akhirnya aku meminta tolong kepada Rihan sepupuku.
“Hayo Sely kita berangkat.” Ujar Rihan.
“Ya sudah tunggu sebentar, aku ingin ganti baju dulu.” Sahutku.
Setelah ganti baju aku dan Rihan bergegas pergi ke Cikole tempat pemandian air panas, di perjalanan sangatlah dingin udaranya kebutulan aku tidak memakai jaket waktu itu karena lupa membawanya. Sepi sunyi di jalanan, apabila ramai hanya kendaraan saja yang berlalu-lalang melintas. Sesampainya di Cikole aku melihat suasananya sangat nyaman sekali dan hawanya hangat. Aku mencari tempat yang nyaman sekali. Ketika sudah berendam di air panas. Subhanallah Alhamdulillah rasanya benar-benar nikmat sekali. Rasa gatal di tubuhku segejap sirna dengan air panas itu. Berendam sampai seluruh tubuh tidak kelihatan. Walaupun pertamanya sangat panas rasanya tetapi setelah itu rasa panas hilang menjadi hangat.
“Bagaimana Sely rasanya, panas bukan?” Teriaknya.
“Waaaahh, sangat nikmat sekali rasanya!” Sahutku.
“Hayolah turun, kita berendam bareng.”
“Iya Sely!!”
Baru saja berendam sebentar tiba-tiba perut sudah keroncongan saja. Ketika itu aku bergegas membeli pop mie dan kopi susu yang sudah diseduh di sana. Sambil menikmati makan pop mie dan minum kopi susu aku pun masih berendam rasanya tak ingin terlewatkan masa-masa yang seperti ini. Selesai makan dan minum kopi aku diam sejenak dan tiba-tiba aku mendengar suara orang yang sedang bernyanyi, seperti ada orkes di kampung ini.
“Han, dengar suara itu tidak?” Tanyaku.
“Suara apa memangnya Sel?” Jawabnya sambil mencari suara tersebut.
“Sepertinya ada orkes dangdut ya di kampung ini?”
“Sepertinya sih begitu.”
“Memang ada apa Sel?”
“Oouuh, bagaimana kalau nanti ketika pulang kita mampir dahulu ke tempat itu!”
“Oke Sel, setuju.”
Sambil menikmati hangatnya air yang membasahi badanku, aku juga menikmati dan mendengarkan suara orkes dangdut di kampung ini. Ketika itu aku pulang dan langsung menghampiri parkiran untuk pulang ke rumah dan sebelum pulang aku menonton orkes dangdut di kampung itu dengan sepupuku Rihan. Ternyata benar dugaanku kalau ada orkes dangdut di sini, ya itu juga karena ada yang hajatan maka dari itu hiburannya adalah organ tunggal. Nonton paling belakang. Menonton biduan yang sedang bernyanyi di atas panggung dengan pakaian yang sangat terbuka sekali. Biduan itu bertubuh tinggi, berbadan sekal, berkaki jenjang, berambut panjang dan lurus, memakai sepatu high heels dan rok mini. Sangatlah seksi pakaiannya. Menonton dengan asiknya bersama sepupuku.
Sekitar 30 menit aku menonton orkes dangdut lalu aku segera pulang. Sekitar pukul 22.00 WIB. Aku pulang ke rumah Nenekku di Desa Kadu Lomber. Suasananya yang dingin, sepi, sangat gelap di sepanjang perjalanan, sampai tibalah aku di rumah Nenekku.
Secepatnya aku dan Rihan bergegas ke kamar masing-masing. Kebetulan orang rumah sudah tidur. Sangat dingin sekali tidur di kasur ini sampai-sampai aku menggunakan selimut yang sangat tebal. Tidak lama kemudian aku tertidur dengan lelapnya. Aku bermimpi kalau aku itu menjadi seorang biduan yang sangat seksi dan cantik sekali. Bernyanyi, berjoget, gembira dan bahagia dalam mimpiku. Namun, mimpi itu hanyalah kembang tidurku saja. Keesokan harinya ketika aku bangun dari tidurku, aku merasakan gatal-gatal lagi di seluruh badanku. Ternyata yang kualami bukanlah menjadi seorang biduan melainkan giduan.
Embun pagi dan kicauan burung menemani cahaya mentari. Aku ingin sekali lari pagi agar tubuhku dapat berkeringat dan tidak kedinginan dan giduan lagi. Aku lari pagi ingin mengajak sepupuku.
“Han, bangun han.” Teriakku sambil mengetuk pintu kamarnya.
“Hoooaaammss…” Jawabnya.
“Han, cepat bangun. Hayo kita lari pagi bareng!”
“Emmh, iya iya tunggu sebentar. Aku cuci muka dulu.”
Setelah Rihan sudah rapih, aku dan rihan berangkat untuk lari pagi di sekitar kampung ini. Sangatlah ramai di pagi hari, ternyata banyak juga yang sedang berolahraga di kampung ini. Sekitar 45 menit lamanya berolahraga lalu aku dan sepupuku istirahat sebentar di bawah pepohonan. Suara air yang mengalir membuat hati terasa tenang dan damai. Kala itu bentol-bentol yang ada di tubuhku sudah hilang karena badanku sudah mulai berkeringat. Tidak lama kemudian aku dan Rihan kembali pulang ke rumah Nenek untuk istirahat dan sarapan pagi, sesampainya di rumah Nenek aku melihat Nenek sedang di dapur. kebetulan Nenekku sedang memasak untuk sarapan. Aku bergegas menuju dapur.
“Selamat pagi, Nek.” Ujarku.
“Pagi Cu!” Jawabnya.
“Lagi apa Nek? Pagi-pagi begini sudah sibuk di dapur.”
“Lagi masak ini, untuk sarapan nanti.”
“Waaahh, enak dong Nek. Nenek masak apa?”
“Nenek masak nasi goreng kesukaanmu Cu.”
Sangat harum sekali masakan yang nenek masak.
Tidak lama kemudian aku dan saudara-saudaraku menyantap makanan yang sudah disediakan Nenek di meja makan. Setelah makan perutku mulai kekenyangan dan mataku terasa berat, mungkin karena aku kekenyangan jadi hawanya ngantuk sekali. Karena mata sudah berat rasanya lalu aku bergegas menuju kamar, sambil tidur-tiduran dan rebahan di sana. Tidak terasa tiba-tiba aku sudah memejamkan mata. Nyaman sekali tidur di kamar sampai-sampai aku mimpi indah menjadi seorang biduan di kampung ini, padahal aku bukan orang sini tapi entah mengapa aku bisa bermimpi seperti itu.
Aku menjadi seorang biduan dari kampung ke kampung, dari desa ke desa. Tidak terpikirkan sebelumnya kalau aku akan menjadi seorang biduan. Karena sebelumnya aku hanyalah hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut dan hobi menonton organ tunggal di daerah rumahku. Siapa menyangka ternyata tiba-tiba aku menjadi seorang biduan dan sering mendapat job manggung di mana-mana. Keesokan harinya aku mendapatkan job manggung di daerah Batu Bantar. Aku mengajak sepupuku untuk menemaniku malam itu.
“Han, antarkan aku pergi manggung yuk.” Pintaku.
“Manggung di mana Sel?” Tanya Rihan.
“Di daerah Batu Bantar, tidak jauh kok dari rumah nenek!”
“Oohh, ya sudah nanti aku antarkan ke sana! Jam berapa manggungnya?”
“Jam 8 malam han, tolong ya antarkan aku.”
“Oke deh nanti aku antarkan.”
Sebelumnya aku sudah pernah manggung berkali-kali di kampung ini. Dan ini pertama kalinya aku minta antarkan dengan sepupuku Rihan. Akhirnya malam yang ditunggu-tunggu itu tiba, aku dan Rihan siap-siap berkemas dari rumah Nenek ke Batu Bantar untuk manggung dalam acara hajatan. Sekitar pukul 7 aku berangkat berdua dengan sepupuku menaiki sepeda motor. Sepanjang perjalanan sangat terlihat sepi sekali, hanyalah suara kodok dan tokek yang meramaikan malam itu.
Setibanya di acara hajatan itu ternyata sangatlah ramai, alat musik yang merdu sedang di mainkan. Ramahnya orang sana menyambutku dengan senyuman manis. Tidak lama kemudian aku bergegas ke atas panggung diiringi dengan pagar bagus yang ada di sana. Sangat senang hatiku malam itu.
“Han, aku tinggal ke atas panggung dulu ya.” Ujar Sely.
“Iya han, semoga lancar ya!” Jawab Rihan.
“Iya Han, Terima Kasih ya.”
“Jangan lupa berdoa Sel!”
“Iya tenang.”
Jam 9 aku mulai bernyanyi di atas panggung dan mulai menyocokan suara dengan organ yang ada di sana. Ketika aku sudah mulai bernyanyi di sana, oh my god, tiba-tiba yang biasanya tidak terjadi dalam kondisi manggung akhirnya terjadi pula di malam ini. Tanganku yang sedang memegang mike itu tiba-tiba terasa sangat gatal sekali. Kutakut kalau-kalau giduan itu datang menyerangku karena memang di sini semakin malam semakin dingin hawanya. Akhirnya tanganku gatal-gatal dan seluruh badanku juga gatal, aku tidak konsentrasi dalam bernyanyi. Apa yang tidak aku inginkan akhirnya kejadian juga kalau giduan itu menyerang tubuhku, dan seluruh tubuh ini dipenuhi dengan bentol-bentol yang membuatku tidak percaya diri dalam saat bernyanyi.
Masyarakat Batu Bantar kecewa dengan penampilanku malam itu, karena kondisiku yang seperti ini. Tiba-tiba aku dilemparkan makanan dan sepatu ke badanku dan warga berteriak menyuruhku turun dari panggung. Dari kejauhan Rihan melihat kejadian itu. Rihan pun sedih mengapa semua ini bisa terjadi pada sepupunya itu. Aku bergegas lari turun dari panggung dan menghampiri Rihan. Sangatlah sedih hatiku dengan kejadian malam ini karena aku bukan biduan yang menawan dengan banyak idola melainkan aku seorang biduan yang giduan.
http://cerpenmu.com/cerpen-lucu-humor/biduan-giduan.html